Sistem
Infomasi Psikologi adalah ketertarikan terhadap bagimana pengambilan keputusan
manusia mengenal dan menggunakan informasi formal.
Sterilisasi Konten Porno Tuntut
Kreativitas Negara
JAKARTA
– Pertengahan tahun 2004 silam, bangsa ini sempat dihebohkan dengan sebuah
prediksi dari sebuah kantor berita di Amerika Serikat, Associated Press (AP).
Pada saat itu, AP menyebutkan Indonesia sebagai The Next Heaven of
Pornography setelah Rusia dan Swedia. Alasannya karena Indonesia
memiliki keleluasaan dan kemudahan dalam mengakses konten porno.
Belasan tahun setelah prediksi tersebut dilontarkan, faktanya konten
pornografi semakin merajalela di Tanah Air. Pesatnya perkembangan teknologi
turut memberi kemudahan masyarakat mengakses tayangan yang tidak senonoh itu.
Bukan hanya itu saja, berdasarkan data yang dihimpun oleh End Child
Prostitution, Child Pornography & Trafficking of Children for Sexual
Purposes (ECPAT) Indonesia tahun 2018, angka konsumsi konten pornografi
masyarakat Indonesia mengkhawatirkan. Dari hasil survei situs penyedia video
dewasa asal Amerika yang telah ditelusuri oleh ECPAT Indonesia, Indonesia
menempati peringkat dua terbanyak pengaksesan konten video porno di dunia.
Peredaran video porno di Indonesia ini telah tumbuh bak virus yang sulit
diobati. Bahkan, keberadaannya juga telah meracuni anak-anak di bawah umur.
Mereka dengan mudah dapat menonton dan mengunduh video porno.
Padahal pornografi diketahui dapat menyebabkan adiksi bagi para
penggunanya. Ketergantungan film porno merupakan perilaku kompulsif yang dapat
mengganggu kehidupan normal seseorang, apalagi bagi anak.
Untuk memerangi hal tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informatika
(Kemenkominfo) baru-baru ini telah menerapkan sebuah sistem keamanan agar
peredaran pornografi dapat tersaring atau dikendalikan. Selain itu, semua
konten yang berbau pornografi secara otomatis dapat terblokir jika ditemukan,
dan masyarakat tidak akan dapat mengaksesnya.
Kendati demikian, penerapan sistem tersebut dianggap oleh beberapa pihak
belum sempurna. Mimpi negara dalam memerangi pornografi dianggap belum optimal
dalam proses implementasinya. Klaim 95% pemberantasan konten pornografi di
internet yang telah dilakukan oleh Kemenkominfo, tak sesuai fakta lapangan.
Beberapa pihak mengamati pembatasan peredaran pornografi baru terjadi
Google saja, belum termasuk aplikasi-aplikasi lainnya di internet. Makanya,
program Kemenkominfo ini dianggap belum merata.
Analisis
kasus :
Perkembangan
pengguna internet di Indonesia dari tahun ke tahun semakin tinggi, lebih dari
jutaan orang di Indonesia sudah dapat mengakses internet dengan mudah. Dengan
mudahnya akses yang disediakan oleh teknologi internet tak jarang dapat
menimbulkan dampak negatif dari penggunanya. Internet sendiri pun telah membuat
remaja sekarang menjadi memiliki ketergantungan pada internet bahkan kecanduan.
Masa
remaja merupakan masa peralihan perkembangan antara anak-anak ke masa dewasa
yang meliputi perubahan besar pada aspek fisik, kognitif, dan psikososial
(Papalia, Olds, & Feldman, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Yayasan
anak di Jabodetabek pada tahun 2013 menunjukan sebanyak 85% anak usia 9-15
tahun pernah mengakses pornografi, dan 80% dari 63 juta pengguna internet di
Indonesi berusia 15-30 tahun. Data lain dari Pornografi Statistik, usia
pengakses situs porno menunjukan 18-24 tahun sebanyak 13,61%, usia 25-34 tahun
19,90%, usia 35-44 tahun 25,50%, usia 45-54 tahun 20,67% dan usia 55 tahun ke atas
20,32%.
Masa
remaja adalah masa dimana kita harus mengontrol diri kita untuk mengarahkan
bentuk perilaku yang dapat membawa kearah positif. Individu dengan kontrol diri
yang tinggi akan dapat mengatur dan mengarhakan segala hal yeng menyangkut
perilakunya.
Sumber
:
Fadli Mubarok (2018). Sterilisasi Konten Porno Tuntut Kreativitas Negara
Papalia, D.
E., Olds, S.W., & Feldman, R. D. (2008).
Human development:
Perkembangan
manusia (10th ed. Buku 2). Jakarta: Salemba Humanika
Ramadha
Aditya (2013). Survei remaja Indonesia
mengakses situs porno. From