KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan
kepada Tuhan Yang Maha Esa karena penulisan makalah ini dapat diselesaikan
dengan baik.
Makalah ini membahas
tentang perbandingan kebudayaan Dayak dan Bugis, diharapkan dapat memberi
pengetahuan dan menambah wawasan bagi siapapun yang membaca makalah ini.
Dalam penyusunan
makalah ini tidak lepas dari peran serta berbagai pihak yang telah memberikan
saran, maupun masukan-masukan guna penyempurnaan makalah ini. Untuk itu kami
mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya.
Akhir kata, kami
meminta maaf apabila dalam makalah ini terdapat banyak kekurangan. Oleh sebab
itu kami akan berupaya selalu terbuka dan seobjektif mungkin terhadap kritik
dan saran yang membangun guna mempertimbangkan di masa-masa yang akan datang.
a.
Sistem Kepercayaan/Religi Suku Dayak
Masyarakat Dayak terbagi menjadi
beberapa suku, yaitu Ngaju, Ot, Danum, dan Ma’anyan di Kalimantan Tengah. Kepercayaan
yang dianut meliputi: agama Islam, Kristen, Katolik, dan Kaharingan (pribumi).
Kata Kaharingan diambil dari Danum Kaharingan yang berarti air kehidupan.
Masyarakat
Dayak percaya pada roh-roh:
1)
Sangiang nayu-nayu (roh baik);
2)
Taloh, kambe (roh jahat).
Dalam
syair-syair suci suku bangsa Ngaju dunia roh disebut negeri raja yang berpasir
emas. Upacara adat dalam masyarakat Dayak meliputi:
1)
upacara pembakaran mayat,
2)
upacara menyambut kelahiran anak, dan
3)
upacara penguburan mayat.
Upacara
pembakaran mayat disebut tiwah dan abu sisa pembakaran diletakkan di sebuah
bangunan yang disebut tambak.
b.
Sistem Kekerabatan Suku Dayak
Sistem kekerabatan masyarakat Dayak
berdasarkan ambilineal yaitu menghitung hubungan masyarakat melalui laki-laki
dan sebagian perempuan. Perkawinan yang ideal adalah perkawinan dengan saudara
sepupu yang kakeknya saudara sekandung (hajanen dalam bahasa Ngaju). Masyarakat
Dayak tidak melarang gadis-gadis mereka menikah dengan laki-laki bangsa lain
asalkan laki-laki itu tunduk dengan adat istiadat.
c.
Sistem Politik Suku Dayak
Pemerintahan desa secara formal
berada di tangan pembekal dan penghulu. Pembekal bertindak sebagai pemimpin
administrasi. Penghulu sebagai kepala adat dalam desa. Kedudukan pembekal dan
penghulu sangat terpandang di desa, dahulu jabatan itu dirangkap oleh patih.
Ada pula penasihat penghulu disebut mantir. Menurut A.B. Hudson hukum pidana RI
telah berlaku pada masyarakat Dayak untuk mendampingi hukum adat yang ada.
d.
Sistem Ekonomi Suku Dayak
Bercocok tanam di ladang adalah mata
pencaharian masyarakat Dayak. Selain bertanam padi mereka menanam ubi kayu,
nanas, pisang, cabai, dan buah-buahan. Adapun yang banyak ditanam di ladang
ialah durian dan pinang. Selain bercocok tanam mereka juga berburu rusa untuk
makanan sehari-hari. Alat yang digunakan meliputi dondang, lonjo (tombak), dan
ambang (parang). Masyarakat Dayak terkenal dengan seni menganyam kulit, rotan,
tikar, topi, yang dijual ke Kuala Kapuas, Banjarmasin, dan Sampit.
e.
Sistem Kesenian Suku Dayak
Seni tari Dayak adalah tari tambu
dan bungai yang bertema kepahlawanan, serta tari balean dadas, bertema
permohonan kesembuhan dari sakit. Rumah adat Dayak adalah rumah betang yang
dihuni lebih dari 20 kepala keluarga. Rumah betang terdiri atas enam kamar,
yaitu kamar untuk menyimpan alat perang, kamar gadis, kamar upacara adat, kamar
agama, dan kamar tamu.
2. Kebudayaan
Suku Makassar (Bugis)
a.
Sistem Kepercayaan/Religi Suku Bugis
Masyarakat Bugis banyak tinggal di
Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Mereka penganut Islam yang taat. Masyarakat
Bugis juga masih percaya dengan satu dewa tunggal yang mempunyai nama-nama
sebagai berikut.
1)
Patoto-e : dewa penentu nasib.
2)
Dewata Seuwa-e : dewa tunggal.
3)
Turie a’rana : kehendak tertinggi.
Masyarakat Bugis menganggap bahwa
budaya (adat) itu keramat. Budaya (adat) tersebut didasarkan atas lima unsur
pokok panngaderreng (aturan adat yang keramat dan sakral), yaitu sebagai
berikut.
1)
Ade (‘ada dalam bahasa Makassar).
2)
Bicara.
3)
Rapang.
4)
Wari’.
5)
Sara’.
b.
Sistem Kekerabatan Suku Bugis
Perkawinan
yang ideal di Makassar sebagai berikut.
1)
Assialang Marola adalah perkawinan antara saudara sepupu sederajat kesatu baik
dari pihak ayah/ibu.
2)
Assialanna Memang adalah perkawinan antara saudara sepupu sederajat kedua baik
dari pihak ayah/ ibu.
Perkawinan
yang dilarang adalah perkawinan anak dengan ayah/ibu dan menantu dengan mertua.
Kegiatan-kegiatan
sebelum perkawinan, meliputi:
1)
Mappuce-puce: meminang gadis,
2)
Massuro : menentukan tanggal pernikahan,
3)
Maddupa : mengundang dalam pesta perkawinan.
c.
Sistem Politik Suku Bugis
Masyarakat Bugis Makassar kebanyakan
mendiami Kabupaten Maros dan Pangkajene. Mereka tinggal di sebuah kampung yang
terdiri atas 10 – 20 buah rumah. Kampung pusat ditandai dengan pohon beringin
besar yang dianggap keramat dan dipimpin oleh kepala kampung disebut matowa.
Gabungan kampung disebut wanua sama dengan kecamatan.
Lapisan
masyarakat Bugis Makassar sebelum kolonial Belanda adalah:
1)
ana’ karung yaitu lapisan kaum kerabat raja,
2)
to-maradeka yaitu lapisan orang merdeka,
3)
ata yaitu lapisan budak.
d.
Sistem Ekonomi Suku Bugis
Mata pencaharian masyarakat
Bugis-Makassar yaitu pertanian, pelayaran, dan perdagangan. Masyarakat Bugis
Makassar juga telah mewarisi hukum niaga. Ammana Gappa dalam bukunya
Ade’allopiloping Bicaranna Pabbalue yang ditulis pada abad ke-17, menyebutkan
sambil berlayar mereka berdagang di pulau-pulau di Indonesia. Selain itu mereka
juga membuat kerajinan rumah tangga seperti tenunan sarung.
e.
Sistem Kesenian Suku Bugis
Rumah adat suku bangsa Bugis
Makassar berupa panggung yang terdiri atas 3 bagian sebagai berikut.
1)
Kalle balla: untuk tamu, tidur, dan makan.
2)
Pammakkang: untuk menyimpan pusaka.
3)
Passiringang: untuk menyimpan alat pertanian.
f.
Pakaian adat Suku Bugis
Pakaian adat khas wanita Bugis
Makassar adalah baju bodo. Baju bodo berupa kain sarung yang berwarna merah
hati, biru, dan hijau.
KESIMPULAN
Dayak adalah nama yang oleh penduduk pesisir pulau Borneo diberi
kepada penghuni pedalaman yang
mendiami Pulau Kalimantan (Brunei, Malaysia yang terdiri dari Sabah dan Sarawak, sertaIndonesia yang
terdiri dari Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan).
Bugis merupakan kelompok etnik dengan
wilayah asal Sulawesi Selatan. Penciri utama kelompok etnik ini adalah bahasa danadat-istiadat, sehingga pendatang Melayu dan Minangkabau yang
merantau ke Sulawesi sejak abad ke-15 sebagai tenaga administrasi dan
pedagang di Kerajaan Gowa dan
telah terakulturasi, juga dikategorikan sebagai orang Bugis.
Sumber: http://www.materisma.com/2014/04/penjelasan-kebudayaan-suku-dayak-bugis.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar